Konflik yang terjadi di Mesir ternyata cukup menyedot perhatian dunia,  tak terkecuali Sejarawan sekaligus Direktur Institut Penelitian dan  Studi Yahudi-Libya Akov Hajaj-Lilof (69). Dia yakin, revolusi di Libya  akan jauh lebih sulit dan berkepanjangan dibanding di Tunisia dan  Mesir. 
Dalam petikan wawancaranya di surat kabar Yahudi, 
Haaretz, Senin  (21/2), Hajaj-Lilof menyatakan, balas dendam keluarga Raja Idris yang  dikudeta Khadafi pada 1969 telah memicu konflik di Libya.
“Saya  menekankan, konflik ini dipengaruhi kebencian dan permusuhan antara  mereka yang dari wilayah Cyrenaica dengan ibukota Bengazhi dengan massa  dari Tripolitania dengan ibukota Tripoli,” kata Hajaj-Lilov. Cyrenaica  adalah tempat kelahiran Raja Idris.
Selain itu, kata  Hajaj-Lilof, masalah Libya hampir sama dengan situasi yang dialami  Mesir. “Yaitu tingginya angka pengangguran meskipun negara ini kaya  minyak dan proyek air raksasa,” katanya. 
Ribuan orang  berpendidikan yang tamat setiap tahun jadi pengangguran. Sedangkan  lapangan pekerjaan yang tidak butuh keahlian di bidang pertanian dan  konstruksi, malah diisi pengungsi dari negara-negara Afrika. “Inilah  yang membuahkan kepahitan,” terang Hajaj-Lilof.
Setiap elemen  masyarakat Libya punya pemikiran berbeda, namun mereka bisa bersatu  melawan Khadafi. Situasi ini makin panas, akan memakan waktu lebih lama  dari Mesir. Hal itu karena Khadafi telah bersiap diri.
“Perlu  diingat. Khadafi memiliki lebih dari satu bulan untuk mempersiapkan  diri. Mulai dari kerusuhan di Tunisia, dia telah bersiap. Begitupun  pasukan untuk mengantisipasi demonstrasi,” jelas Hajaj-Lilof,
Khadafi telah bekerja sama dengan pasukan garda revolusi dan pasukan rahasia, Mukhabarat. Ini bisa disaksikan di 
Aljazeera,  ketika tentara berpakaian sipil bergabung dengan demonstran. Dan  ketika  melihat massa tidak terkontrol, mereka akan mengeluarkan  senjata sebagai gertakan demi memecah kerumunan.
 “Jika ada  yang mengatakan puluhan meninggal, yang pastinya banyak yang meninggal.  Tapi jika ada laporan helikopter menembak demonstran, ini seperti  melihat sebutir garam karena tidak ada foto atau gambaran nyata,” tutur  Hajaj-Lilof meragukan informasi yang beredar beberapa hari belakangan.
Banyak  kesimpangsiuran informasi di Libya. “Bila ada laporan,  polisi telah  membelot ke demonstran. Kasus ini lebih mungkin terjadi di Cyrenaica.  Untuk saat ini, tentara dan garda revolusioner berdiri di belakang  Khadafi. 
“Dari sudut pandang mereka, revolusi mereka adalah  nilai tertinggi. Terlebih untuk kepentingan masyarakat banyak,”  imbuhnya.